http://lowongan.blog.friendster.com

Rabu, 17 Maret 2010

Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat.

STUDI KASUS BAGI BANG SUBRI (KETUA PHRS BENAKAT)

Guna melibatkan peran serta masyarakat adat dan lokal dalam pengelolaan sumberdaya hutan yang adil, demokratis, bernilai ekonomi dan berkelanjutan WARSI mendorong inisiatif pengelolaan hutan adat berbasis masyarakat atau Community Base Forest Management.



Sepanjang pemerintahan Orde Baru, konsep pengelolaan hutan hanya menghasilkan dua muka yang saling bertentangan. Kemakmuran bagi sekelompok kecil oknum penguasa dan pengusaha di satu sisi dengan kehancuran masyarakat serta sumber daya alamnya di sisi yang lain. Konsep pengelolaan hutan yang hanya mengedepankan peran negaras serta aspek ekonominya tanpa melihat keberlanjutan dan eksistensi budaya lokal, nyatanya lebih banyak membawa kerugian bagi masyarakat di satu pihak dan menjadi alat ampuh bagi penguasa untuk melumpuhkan kedaulatan masyarakat adat atas tanah dan kekayaan alamnya di pihak lain.

Selama lebih dari tigapuluh tahun sumber daya hutan dikelola secara masif, seragam, sentralistik, nirpartisipatif rakyat, padat modal dan monopolistik. Akibatnya telah menghilangkan akses masyarakat adat dan lokal yang telah berabad lamanya bergantung kepada hutan. Bahkan, masyarakat desa harus tersingkir dari hutan, yang merupakan bagian terpenting dari kehidupannya. Setelah gaung reformasi digulirkan, para tetua adat, tokoh masyarakat desa dan warga desa semakin berani mengemukakan aspirasi dan kekhawatiran mereka akan kian terkurasnya dan hancurnya ketersediaan sumber daya alam yang mereka miliki.

Untuk mengakomodir aspirasi dan kepentingan masyarakat ada tadi, sejak Oktober 2000 lalu, WARSI telah mendorong sebuah pendekatan baru menuju pengelolaan yang adil, demokratis serta berkelanjutan melalui konsep pengelolaan hutan berbasiskan masyarakat melalui program community base forest management atau CBFM. Tujuannya untuk mewujudkan pengelolaan dan keberlanjutan sumber daya alam seperti sumber daya hutan, dengan menempatkan posisi masyarakat sebagai bagian terpenting dari sumber daya itu sendiri. Dimana masyarakat mendapatkan kepercayaan dan kesempatan untuk ikut mengelola hutan rakyat sesuai dengan nilai dan konsep yang mereka miliki.

Menurut Deputi Direktur WARSI Ir Rahmat Hidayat, sejauh ini CBFM telah dikembangkan di lima kabupaten di empat propinsi. Diantaranya di Sumatra Barat di Kabupaten Agam, desa Koto Malintang, Di Bengkulu di Kabupaten Rejang Lebong desa Ladang Palembang, di Sumatra Selatan di Kabupaten Muara Enim Kecamatan Gunung Megang desa Eks Marga Benakat.

Khusus di propinsi Jambi, terdapat di dua desa di dua kabupaten yakni desa Batu Kerbau Kecamatan Pelepat Kabupaten Bungo dan di desa Guguk Kecamatan Sungai Manau Kabupaten Merangin. “Kedua desa tersebut dipilih berdasarkan kajian yang cukup mendalam oleh tim WARSI, dengan menggunakan pendekatan partisipatif maupun proses pendampingan masyarakat,” kata Rahmat. Sehingga dengan jelas diketahui potensi yang dimiliki oleh masing-masing desa, baik potensi sumber daya alam maupun sumber daya manusianya yang masih sangat teguh memegang adat dan kearifan tradisionalnya.

Pemgelolaan Hutan Dengan Konsep CBFM. Community Base Forest Management atau sistem hutan kerakyatan merupakan sistem pengelolaan sumber daya alam hutan yang dikembangkan oleh masyarakat dilingkungannya bagi kesejahteraannya. Dimana hutan bukan sekedar tegakan pohon melainkan suatu sistem pengelolaan kawasan wilayah hukum adat yang elemennya terdiri atas hutan alam, hutan sekunder, sungai, danau, ladang, kebun, pemukiman, tanah keramata dan komunitas serta sistem ekologinya. Sistem ini memberikan syarat bagi berlangsungnya kehidupan. Misalnya sebagai penyedia air, menjaga kesuburan tanah, penyedia bahan makanan, papan, sandang, obat-obatan dan religi.

Dalam pengembangan konsep CBFM, masyarakat terlibat secara aktif, berakar di masyarakat dan bersendikan adat isitiadat maupun norma-norma yang berlaku di masyarakat pula. Dimana penguasaan lahan , distribusi, pemanfaatan dan pengusahaannya tidak terlepas dari adat dan kebiasaan setempat. Bahkan dikontrol oleh pranata sosial dan budaya lokal. Artinya pengembangan CBFM bukan untuk tujuan ekonomi semata, karena sistem ini secara tegas menekan bahwa aktor utamanya adalah rakyat yang berada pada komunitas-komunitas lokal.

Sebagai pembeda dengan sistem pengelolaan hutan lainnya, CBFM memiliki karakteristik program sebagai berikut :

1. Masyarakat setempat (lokal) sebagai aktor utama pengelola hutan


2. Lembaga pengelolaan dibentuk, dilaksanakan dan dikontrol secara langsung oleh rakyat yang bersangkutan.

3. Sistem memiliki atau menguasai wilayah yang jelas dan memiliki kepastian hukum (adat dan nasional) yang mendukungnya.

4. Interaksi antara rakyat dan lingkungannya bersifat erat dan langsung

5. Pengetahuan lokal memiliki tempat yang penting dan melandasi kebijaksanaan dan tradisi sistem.

6. Teknologi yang digunakan adalah melalui proses adaptasi yang berada dalam batas-batas yang dikuasai rakyat.

7. Skala produksi tidak dibatasi kecuali prinsip-prinsip kelestarian (sustainability).

8. Sistem ekonomi didasarkan pada kesejahteraan bersama dan keuntungan dibagi secara adil dan proporsional.

9. Keanekaragaman mendasari berbagai bidang yaitu jenis dan genetis, pola budidaya dan pemanfaatan sumber daya, sistem sosial, sistem ekonomi dan sebagainya.

Seluruh aktifitas dalam pelaksanaan program CBFM tersebut mengunakan pendekatan by proses. Dengan pola pendekatan tersebut hasil yang dicapai diharapkan bukan semata-mata pada tercapainya fasilitas atau pelayanan tertentu. Melainkan tumbuh dan berkembangkan suatu proses yang melibatkan seluruh warga desa dalam tindakan dan pengambilan keputusan yang tentu saja akan memotivasi, memberikan rasa tanggung jawab dan keterampilan kepada masyarakat desa dalam partisipasinya di program CBFM.

Pengelolaan hutan berbasis masyarakat yang digulirkan WARSI ini dilakukan secara bertahap dengan bentuk kegiatannya antara lain:

1. Pendokumentasian kearifan masyarakat adat terhadap sumber daya alam

2. Pengembangan diskusi-diskusi kritis dengan masyarakat tentang pengelolaan hutan sebagai bagian dari proses belajar bersama.

3. Musyawarah di tingkat dusun maupun desa guna menyusun bentuk-bentuk pengelolaan yang benar-benar disepakati bersama untuk dijadikan sebagai keputusan bersama dan dijadikan bahan untuk mendapatkan pengukuhan dari pemerintahan daerah.

4. Pemetaan partisipatif pada kawasan yang telah disepakati bersama sebagai hutan adata dan hutan lindung desa (5 lokasi di 3 dusun).

5. Pembentukan lembaga perwalian sebagai media untuk memusyawarahkan, menyusun dan memperjuangkan hasil kesepakatan guna tercapainya tujuan pengelolaan hutan yang adil dan lestari sesuai dengan kesepakatan bersama.

6. Menyusun rencana pembangunan desa guna peningkatan ekonomi dengan tetap mempertahankan aspek pelestarian sumber daya alam.

7. Mengembangkan usaha ekonomi produktif untuk meningkatkan ekonomi dan taraf hidup masyarakat.

Kegiatan fasilitasi oleh fasilitataor WARSI di lapangan dilakukan melalui penggalian aspirasi, pendokumentasian dan mensosialisasikannya dalam setiap pertemuan di desa, baik secara formal maupun informal. Mulai dari level dusun hingga ke tingkat Bupati. Sebagai contoh, di Propinsi Jambi yakni di desa Batu Kerbau, kegiatan fasilitasi telah mengasilkan “Piagam Kesepakatan Masyarakat Adat Desa Batu Kerbau” untuk pengelolaan sumber daya alam.

Menurut Rahmat, dengan adanya piagam kesepakatan ini, masyarakat sangat mengharapkan adanya pengakuan dari pemerintah akan kearifan dan nilai-nilai adat yang telah mereka miliki. Namun dalam pengamatannya Rahmat menilai pemerintah tidak cukup memiliki instrumen kebijakan yang dapat menjamin hak rakyat atas sumber daya alam. Itu sebabnya WARSI dengan tokoh dan tetua adat masyarakat desa akan terus berkordinasi dengan para stakeholder yang dapat diajak berdialog dan berunding. Misalnya saja, kalangan DPRD, Bappeda, Bupati, instansi teknis di kabupaten Bungo dan Merangin, praktisi hukum, LSM dan kalangan media massa. “Karena pengembangan program CBFM yang dikembangkan WARSI tidak akan banyak memberikan arti dan manfaat tanpa dukungan dari semua pihak,” kata Rahmat. (*)



Studi Kasus Aplikasi Program CBFM di Jambi

Khusus di kabupaten Jambi, penerapan program CBFM dilakukan di dua desa dari dua kabupaten uaki di desa Guguk Kecamatan Sungai Manau Kabupaten Merangin dan desa Batu Kerbau Kecamatan Pelepat Kabupaten Bungo. Kedua desa ini memiliki kandungan sumber daya alam hutan yang belum tersentuh dan memungkinkan untuk dikembangkan sebagai sumber penghasilan alternatif.

Desa Guguk yang berada sekitar 30 Km dari pusat kota Kabupaten Merangin memiliki posisi strategis baik dari sisi akses informasi maupun transportasi karena berada pada lintas Merangin – Kerinci. Desa ini memiliki kawasan hutan yang cukup luas, mulai dari bagian selatan desa dari bekas dusun Pelagai Panjang dipinggir sungai Merangin terus ke utara melewati bekas jalan logging PT Injabsin sampai keperbatasan dengan desa Lubuk Beringin.

Berdasarkan hasil pemetaan partisipatif yang dilakukan WARSI bersama dengan BPN pada 2001 lalu, luas kakwasan adat di desa Guguk mencapai 800,5 ha. Aktifitas ekonomi masyarakat sangat didominasi oleh pertanian karet. Berdasarkan survey yang dilakukan WARSI hingga tahun 2000 lalu, desa Guguk dihuni oleh sedikitnya 350 KK yang mayoritas merupakan etnis Melayu/ marga Pembarap dan secara minoritas oleh etnis Jawa, Minang dan Batak.

Sedangkan desa Batu Kerbau, menurut data monografi desa pada tahun 2000, memiliki total luas wilayah mencapai 45.000 ha. Terdiri atas 37 ha pemukiman penduduk, 125 ha perkebunan karet, 223 ha perkebunan kulit manis, 475 ha perladangan penduduk, 330 ha perkebunan buah, 1500 ha hutan adat, 110 ha semak belukar dan 40.000 ha lainnya berupa hutan. Desa ini dihuni oleh sekitar 216 KK dari 1250 jiwa. Terdiri atas 3 dusun yang semuanya telah memiliki hutan adat yakni dusun Batu Kerbau, Dusun Lubuk Tebat dan dusun Belukar Panjang.

Seluruh kawasan hutan tersebut masih memungkinkan untuk digarap dan memberikan manfaat secara ekonomi sebagai sumber penghasilan desa. Diantaranya potensi sumber daya alam seperti salak dan pengelolaan kawasan pariwisata. ‘Jika dikelola secara benar dan berkelanjutan potensi sumber daya alam ini akan memberikan peluang sebagai sumber penghasilan alternatif, yang dapat mengatasi masalah kemiskinan penduduk desa,” kata Rahmat.




Piagam Kesepakatan

Berdasarkan hasil kesepakatan masyarakat adat, telah disusun Piagam Kesepakatan yang mengatur pengelolaan :

· Hutan Lindung Desa

· Hutan Adat Desa

· Lubuk Larangan

Piagam kesepakatan ini berisi aturan pengelolaan dan sanksi yang akan dijatuhkan bila terjadi pelanggaran, salah satunya berupa denda dan dibacakan surat Yassin.








Pemetaan Partisipatif.

Untuk mendorong proses pengakuan, perlindungan dan penghormatan hak pengelolaan oleh masyarakat telah dilaksanakan pemetaan partisipatif terhadap kawasan hutan lindung desa dan hutan adat desa. Yakni hutan lindung Batu Kerbau seluas 776 ha, hutan lindung Belukar Panjang seluas 361 ha, hutan adat Batu Kerbau 386 ha, hutan adat Belukar Panjang seluas 472 ha dan hutan adat Lubuk Tebat seluas 306 ha.

Terdapat 30 ha salak rimba yang tersebar disekeliling desa serta hutan adat dan hutan lindung desa. Terdiri atas salak kelapa, salak abu, salak ular, salak tembaga dan salak bawang. Sedangkan jenis salak dewo hanya terdapat di hutan adat. Selain itu juga masih tegak berdiri 1200 batang enau yang tumbuh subur di kawasan hutan adat, hutan lindung, sesap dan tepi sungai di Batu Kerbau.
Terdiri atas 3 jenis (enau gajah, berban dan ketari) yang diperkirakan akan musnah ketika kawasan kelola rakyat telah diatur ratusan tahun lamanya diubah menjadi perkebunan sawit. Perjuangan bersama untuk mendorong pengukugan, pengakuan dan penghormatan inisitaif rakyat melalui SK Bupati dan Perda.

POTENSI BATUBARA BENAKAT 245 JUTA TON

Tebo, 17 Juli 2009 17:40WIB
Kab Tebo Miliki Potensi Pertambangan Cukup Besar

Kab Tebo Miliki Potensi Pertambangan Cukup Besar

Muara Tebo, Pelita. Bupati Tebo Drs HA Madjid Muaz MM menyebutkan, daerahnya memiliki potensi sektor pertambangan yang cukup besar. Hanya saja diakuinya, kekayaan alam, seperti minyak bumi dan gas, batubara, timah, granit, emas, pasir, kerikil, dan kaolir, baru sebagian kecil yang dapat dikelola, lainnya menunggu sentuhan investor.

Karena itulah, kata Madjid, pihaknya sangat mengharapkan agar potensi sektor pertambangan di daerah ini dapat dikelola dengan baik, yang mana tentunya tidak mungkin dapat dilakukan tanpa melibatkan investor. Sehingga, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Tebo senantiasa memberikan fasilitas kemudahan bagi investor yang ingin berinvestasi di daerah ini.

Berbagai fasilitas kemudahan senantiasa akan diberikan kepada investor yang ingin melakukan investasi di daerah ini, terlebih terhadap sektor pertambangan, katanya. Selanjutnya Madjid Muaz menjelaskan, hampir seluruh kecamatan yang ada di Kabupaten Tebo, Provinsi Jambi, memiliki potensi sektor pertambangan yang cukup besar. Seperti di Kecamatan Sumay, di beberapa desa yang ada, yakni Desa Muara Sekalo memiliki kandungan minyak dan gas bumi, serta batubara yang belum dikelola. Di Desa Semabu, Desa Suo-Suo, juga memiliki potensi sumber daya batubara mencapai 220 juta ton.

Di Desa Pemayungan, yang merupakan Daerah Aliran Sungai (DAS) Batang Sumay, memiliki potensi timah, potensi emas primer, dan potensi granit mencapai 2.330.557 meter kubik. Begitu juga Desa Semabu, memiliki bahan galian kaolin mencapai 1.220.330.045 meter kubik, serta potensi pasir kwarsa mencapai 300.564.028 meter kubik.

Di Kecamatan Tengah Ilir, seperti di Desa Lubuk Mandarsah memiliki potensi sumber daya minyak bumi mencapai 31 juta barrel, sedangkan untuk gas bumi belum bisa dipastikan jumlahnya. Untuk potensi sumber daya emas primer dan pasir kuarsa diperkirakan mencapai 1.334.250.112 meter kubik.

Sementara untuk potensi batubara sesuai formasi Muara Enim dan formasi Air Benakat diperkirakan mencapai 245 juta ton, sedangkan untuk formasi pembawa batubara Talang Akar diperkirakan mencapai 17 juta ton.

Potensi sektor pertambangan, seperti yang ada di Kecamatan Tebo Ilir, Kecamatan Serai Serumpun, Kecamatan Tebo Tengah, Kecamatan Tebo Ulu, Kecamatan VII Koto Ilir, Kecamatan VII Kota, dan Kecamatan Rimbo Bujang, juga tidak kalah besarnya.Dikatakannya, jika potensi sektor pertambangan yang ada di daerah ini dapat dikelola seluruhnya, bukan tidak mungkin daerah ini akan mampu membiayai pembangunan yang dilaksanakan, karena disokong dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sektor pertambangan yang ada itu. (nf) (sumber: http://www.hupelita.com/baca.php?id=75549)

ASAL USUL KATA "IMLEK"

Tahun Baru China merupakan hari raya yang paling penting dalam masyarakat China. Perayaan Tahun Baru China juga dikenal sebagai Ch?njié (Festival Musim Semi / Spring Festival), Nónglì X?nnián (Tahun Baru), atau Guònián atau sin tjia.

Diluar daratan China, Tahun Baru China lebih dikenal sebagai Tahun Baru Imlek. Kata Imlek (: Im = Bulan, Lek = penanggalan) berasal dari dialek Hokkian atau mandarinya yin li yang berarti kalender bulan. Perayaan Tahun Baru Imlek dirayakan pada tanggal 1 hingga tanggal 15 pada bulan ke-1 penanggalan kalender China yang menggabungkan perhitungan matahari, bulan, 2 energi yin-yang, konstelasi bintang atau astrologi shio, 24 musim, dan 5 unsur. (Festival Musim Semi).

Karena 1/5 penghuni bumi ini adalah orang China, maka Tahun Baru China hampir dirayakan oleh seluruh pelosok dunia dimana terdapat orang China, keturunan China atau pecinan. Banyak bangsa yang bertetangga dengan China turut merayakan Tahun Baru China seperti Taiwan, Korea, Mongolia, Vietnam, Nepal, Mongolia, Bhutan, dan Jepang.

Khusus di daratan China, Hong Kong, Macau, Taiwan, Singapura, Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand dan negara-negara yang memiliki penduduk beretnis China, Tahun Baru China dirayakan dan sebagian telah berakultrasi dengan budaya setempat. Ada juga budaya memberikan hadiah semacam imlek parcel, angpao, dan sebagainya. Isi imlek parcel ini tergantung si pengirim tentunya.

ASAL USUL KATA "TUHAN"

Pada mulanya kata tuhan hanyalah 'pelesetan' dari kata tuan; dan ini terjadi karena kesalahan seorang Belanda bernama Leijdecker pada tahun 1678. Peristiwa itu diterangkan secara menarik oleh Alif Danya Munsyi di majalah Tiara (1984). Ia menyebutkan bahwa peristiwa itu terjadi sebagai salah satu gejala paramasuai, yaitu penambahan bunyi h yang nirguna pada kata-kata tertentu, misalnya hembus, hempas, hasut, dan tuhan.

Alif mengatakan bahwa gejala itu timbul karena pengaruh lafal
daerah, rasa tak percaya pada diri sendiri, dan yang sangat penting adalah yang berkaitan dengan penjajahan bangsa-bangsa Eropa terhadap bangsa Indonesia. "Lingua Franca Melayu yang dipakai bangsa-bangsa Eropa, antara lain Portugis dan Belanda, sebagai bahasa administrasi untuk kegiatan ekonomi dan politik di seantero Nusantara, juga dipakai dalam kepentingan penyiaran agama Nasrani, agama umum yang dianut oleh bangsa-bangsa Eropa," tulis Alif.

Lebih lanjut Alif mengatakan bahwa peralihan tuan menjadi tuhan, sepenuhnya bersumber dari kepercayaan mereka atas Isa Al-Masih. Mereka biasa menyebut Isa dengan panggilan "tuan", yang dalam bahasa Yunani adalah 'Kyrios', dalam bahasa Portugis 'senor', dalam bahasa Belanda 'heere', dalam bahasa Prancis 'seigneur', dan dalam bahasa Inggris 'lord'.

Perhatikan kutipan berikut ini:
Sebutan Tuan bagi Isa Al-Masih berasal dari surat-surat Paulus,
orang Turki, yang menggunakan bahasa Yunani kepada bangsa Yahudi, Rumawi, dan Yunani di daerah Hellenisme. Pada setiap akhir suratnya, Paus selalu menyebut Isa Al-Masih sebagai Tuan: "Semoga rahmat Isa Al-Masih Tuan kita menyertai ruh kita." Kalimat diatas, dalam bahasa Portugis, berbunyi: "A graca de mosso senhor Jesus Cristo seja com ovosso espiritu"
Kalimat diatas, dalam bahasa Belanda berbunyi: "De genade van onzen heere Jezus Christus zij met uw geest"
Kalimat diatas, dalam bahasa Prancisnya, berbunyi: "Que la grace de notre seigneur Jesus-Christ soit avec votre esprit"

Kalimat diatas, dalam bahasa Inggris, berbunyi: "The grace of or lord Jesus Christ be whit your spirit"
Ketika penghayatan ini diterjemahkan ke dalam bahasa ndonesia, mula-mula oleh bangsa Portugis bernama Browerius, pada tahun 1663, sebutan Isa Al-Masih masih Tuan, tetapi ketika orang Belanda bernama Leijdecker pada tahun 1678 menerjemahkan surat-surat Paulus itu, sebutan Tuan telah berubah menjadi Tuhan. Dengan kata lain, Leijdecker yang pertama kali menulis Tuhan.
Dengan demikian, jelaslah bahwa kosakata Tuhan masuk edalam bahasa Indonesia sebagai pengaruh teologi (agama) Kristen. Pada mulanya hanya sebagai 'plesetan' atau 'salah tulis' orang Belanda, tapi selanjutnya dibakukan sebagai kosakata baru yang disejajarkan dengan kata ilah dalam bahasa Arab. Karena itulah dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, W.J.S. Poerwadarminta (orang Katolik) tidak memberikan keterangan apa pun tentang kata Tuhan, kecuali menyamakannya dengan Allah!

Demikian bila kita bicara asal-usul kata Tuhan, sekadar untuk
mengungkapkan bahwa bekas-bekas penjajahan masih bertebaran dimana-mana, dan banyak diantaranya yang menjadi warisan abadi bagi bangsa Indonesia.

asal kata "lonthe / lonte" uji kito

Berawal dari Mas Blonty van Mbois yang menggulirkan pertanyaan ini dan memberikan jawabannya di blognya dalam bahasa Jawa. Saya mencoba menerjemahkannya ke dalam Bahasa Indonesia supaya bisa dinikmati –halah– oleh khalayak.

Sebagai awalan, lonthé adalah sebutan populer untuk wanita tuna susila, pelacur, pekerja seks komersil, di daerah Jawa Tengah (dan Yogyakarta). Yang menarik, dari mana kah sebutan “lonthé” ini berasal?

Berawal dari obrolan beliau dengan salah satu rekannya yang seorang sarjana sastra Jawa. Sampai sekarang misteri asal-usul kata lonthé ini masih berlanjut. Menurut sarjana sastra Jawa tadi, kuat dugaan kata lonthé berasal dari sebutan anak hewan, seperti belo untuk menyebut anak kuda, pedhét untuk menyebut anak sapi, cempé untuk menyebut anak kambing, dan sebagainya.

Awalnya, kata lonthé ini netral, tidak memiliki “nilai rasa”, seperti halnya kita menyebut kata “kursi”, “beton”, “meja”, “direktur”, “polisi”, “artis”, “nasi”, “roti”, dan sebagainya. Nilai rasa dan makna kata ini berubah karena adanya eufemisme, di mana satu kata bisa memiliki banyak makna.

Dari diskusi yang dilakukan Mas Blonty di Facebooknya, Mas Blonty mengumpulkan pendapat dari kawan-kawannya. Ada beberapa pendapat yang muncul, berikut saya mencoba merangkumnya.

1. Ada yang bilang, kata lonthé berasal dari kata loonely (kesepian), pendapat ini dimuat di tulisan Jayabaya tahun 80-an.
2. Lonthé adalah nama hewan yang keluar di malam hari berbentuk semacam ngengat namun kecil. Di Jateng hewan ini disebut othé-othé dan di Jatim hewan ini disebut dengan lonthé.
3. Lonthé adalah nama serangga seperti ngengat berwarna putih, baunya harum, dan keluar hanya di waktu malam (nocturnal), sukanya mengerubungi cahaya/api, sehingga kerapkali karena terlalu dekat, serangga ini terbakar. Seiring perkembangan jaman, sebutan lonthé digunakan untuk merujuk ke orang yang tingkah lakunya mirip dengan serangga tadi, yaitu suka keluar malam, berwarna putih (make-up tebal dengan bedak berwarna putih), wangi, dan suka mengerubung gemerlap cahaya (sering ditemui di tempat dugem, clubbing, ajeb-ajeb), sehingga sering “terbakar” oleh riuhnya suasana.
4. Karena lonthé merupakan serangga hermaprodhite (berkelamin ganda), maka lonthé juga bisa ditujukan kepada pria (lola — lonthé lanang).
5. Othak-athik-gathuk (disambung-sambungin), kata lonthé bisa jadi merupakan akronim, yaitu dari kalimat kelon thélé-thélé (duh, ini apa ya terjemahannya?).
6. Pada buku “Sejarah dan Perkembangan Pelacuran di Indonesia”, lonthé adalah simpanan raja-raja yang dikaryakan.
7. Para pelaku seni karawitan kuno sering menggunakan kata sénthé (sejenis tanaman umbi-umbian) untuk menyebut orang yang suka melakukan ngimpul wulung (duh, ini terjemahannya gimana, ya?). Sénthé.. nyénthé.. ngelonthé..
8. Daun sénthé selalu kering meski diguyur dengan air. Bisa jadi sifat daun sénthé yang selalu “kering” ini digunakan untuk menyebut kelakuan lonthé yang suka menjaga diri tetap “kering” (tidak menikmati, tidak merasakan kenikmatan seksual).

KHUTBAH JUM'AT

Akibat Memakan Harta Riba
Oleh: Ade Zarkasyi bin Sabit
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنَّ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا وَرَسُوْلِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى ا للهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ، أَمَّا بَعْدُ؛
فَإِنَّ أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ وَخَيْرَ الْهَديِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَشَرَّ الأُمُوْرِ مُحَدَثَاتُهَا، وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلةٍ.
فَيَا عِبَادَ اللهِ، أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُؤْمِنُوْنَ الْمُتَّقُوْنَ، حَيْثُ قَالَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى فِيْ كِتَابِهِ الْعَزِيْزِ:
يَاأَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ.
يَاأَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْا رَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِّنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَآءً وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِيْ تَسَآءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ إِنَّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا.
يَاأَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا. يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا.
وَقَالَ عَلَيْهِ الصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ: اِتَّقِ اللهَ حَيْثُ مَا كُنْتَ وَأَتْبِعِ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا وَخَالِقِ النَّاسَ بَخُلُقٍ حَسَنٍ.
Kaum muslimin seiman dan seaqidah
Tepatnya ketika Allah Subhannahu wa Ta'ala memberikan mukjizat kepada hamba dan kekasihNya, Nabi Muhammad Shalallaahu alaihi wasalam berupa Isra’ Mi’raj, pada saat itu pula Allah Ta'ala perlihatkan berbagai kejadian kepada beliau yang kelak akan memimpin jaga raya ini. Di antaranya Rasulullah n melihat adanya beberapa orang yang tengah disiksa di Neraka, perut mereka besar bagaikan rumah yang sebelumnya tidak pernah disaksikan Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam. Kemudian Allah Ta’ala tempatkan orang-orang tersebut di sebuah jalan yang tengah dilalui kaumnya Fir’aun yang mereka adalah golongan paling berat menerima siksa dan adzab Allah di hari Kiamat. Para pengikut Fir’aun ini melintasi orang-orang yang sedang disiksa api dalam Neraka tadi. Melintas bagaikan kumpulan onta yang sangat kehausan, menginjak orang-orang tersebut yang tidak mampu bergerak dan pindah dari tempatnya disebabkan perutnya yang sangat besar seperti rumah. Akhirnya Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam bertanya kepada malaikat Jibril yang menyertainya, “Wahai Jibril, siapakah orang-orang yang diinjak-injak tadi?” Jibril menjawab, “Mereka itulah orang-orang yang makan harta riba.” (lihat Sirah Nabawiyah, Ibnu Hisyam, 2/252).
Dalam syariat Islam, riba diartikan dengan bertambahnya harta pokok tanpa adanya transaksi jual beli sehingga menjadikan hartanya itu bertambah dan berkembang dengan sistem riba. Maka setiap pinjaman yang diganti atau dibayar dengan nilai yang harganya lebih besar, atau dengan barang yang dipinjamkannya itu menjadikan keuntungan seseorang bertambah dan terus mengalir, maka perbuatan ini adalah riba yang jelas-jelas diharamkan oleh Allah Subhannahu wa Ta'ala dan RasulNya Shalallaahu alaihi wasalam, dan telah menjadi ijma’ kaum muslimin atas keharamannya.
Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman:
“Allah menghilangkan berkah riba dan menyuburkan shadaqah, dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran dan selalu berbuat dosa”. (QS. Al-Baqarah: 270).
Barang-barang haram yang tiada terhitung banyaknya sampai menyusahkan dan memberatkan mereka ketika harus cepat-cepat berjalan pada hari Pembalasan. Setiap kali akan bangkit berdiri, mereka jatuh kembali, padahal mereka ingin berjalan bergegas-gegas bersama kumpulan manusia lainnya namun tiada sanggup melakukannya akibat maksiat dan perbuatan dosa yang mereka pikul.
Maha Besar Allah yang telah berfirman:
“Orang-orang yang memakan (mengambil) riba tidak dapat berdiri kecuali seperti berdirinya orang yang kemasukan syetan lantaran tekanan penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat): Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”. (QS. Al-Baqarah: 275).
Dalam menafsirkan ayat ini, sahabat Ibnu “Abbas Radhiallaahu anhu berkata:
“Orang yang memakan riba akan dibangkitkan pada hari kiamat dalam keadaan gila lagi tercekik”. (Lihat Tafsir Ibnu Katsir, 1/40).
Imam Qatadah juga berkata:
“Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta riba akan dibangkitkan pada hari Kiamat dalam keadaan gila sebagai tanda bagi mereka agar diketahui para penghuni padang mahsyar lainnya kalau orang itu adalah orang yang makan harta riba.” (Lihat Al-Kaba’ir, Imam Adz-Dzahabi, hal. 53).
Dalam Shahih Al-Bukhari dikisahkan, bahwasanya Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam bermimpi didatangi dua orang laki-laki yang membawanya pergi sampai menjumpai sebuah sungai penuh darah yang di dalamnya ada seorang laki-laki dan di pinggir sungai tersebut ada seseorang yang di tangannya banyak bebatuan sambil menghadap ke pada orang yang berada di dalam sungai tadi. Apabila orang yang berada di dalam sungai hendak keluar, maka mulutnya diisi batu oleh orang tersebut sehingga menjadikan dia kembali ke tempatnya semula di dalam sungai. Akhirnya Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam bertanya kepada dua orang yang membawanya pergi, maka dikatakan kepada beliau: “Orang yang engkau saksikan di dalam sungai tadi adalah orang yang memakan harta riba.” (Fathul Bari, 3/321-322).
Kaum muslimin sidang Jum’at yang berbahagia… inilah siksa yang Allah berikan kepada orang-orang yang suka makan riba, bahkan dalam riwayat yang shahih, sahabat Jabir Radhiallaahu anhu mengatakan:
لَعَنَ رَسُوْلُ اللهِ n آكِلَ الرِّبَا وَمُوْكِلَهُ وَكَاتِبَهُ وَشَاهِدَيْهِ، وَقَالَ: هُمْ سَوَاءٌ.
Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam melaknat orang yang memakan riba, yang memberi makan riba, penulisnya dan kedua orang yang memberikan persaksian, dan beliau bersabda: “Mereka itu sama”. (HR. Muslim, no. 1598).
Semaraknya praktek riba selama ini tidak lepas dari propaganda musuh-musuh Islam yang menjadikan umat Islam lebih senang untuk menyimpan uangnya di bank-bank, lebih-lebih dengan semaraknya kasus-kasus pencurian dan perampokan serta berbagai adegan kekerasan yang semakin merajalela. Bahkan sistem simpan pinjam dengan bunga pun sudah dianggap biasa dan menjadi satu hal yang mustahil bila harus dilepaskan dari perbankan. Umat tidak lagi memperhatikan mana yang halal dan mana yang haram. Riba dianggap sama dengan jual beli yang diperbolehkan menurut syari’at Islam. Kini kita saksikan, gara-gara bunga berapa banyak orang yang semula hidup bahagia pada akhirnya menderita tercekik dengan bunga yang ada. Musibah dan bencana telah meresahkan masyarakat, karena Allah yang menurunkan hukumNya atas manusia telah mengizinkan malapetaka atas suatu kaum jika kemaksiatan dan kedurhakaan telah merejalela di dalamnya.
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Imam Abu Ya’la dan isnadnya jayyid, bahwasannya Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam bersabda:
مَا ظَهَرَ فِيْ قَوْمٍ الزِّنَى وَالرِّبَا إِلاَّ أَحَلُّوْا بِأَنْفُسِهِمْ عِقَابَ اللهِ.
“Tidaklah perbuatan zina dan riba itu nampak pada suatu kaum, kecuali telah mereka halalkan sendiri siksa Allah atas diri mereka.” (Lihat Majma’Az-Zawaid, Imam Al-Haitsami, 4/131).
Dan dari bencana yang ditimbulkan karena memakan riba tidak saja hanya sampai di sini, bahkan telah menjadikan hubungan seorang hamba dengan Rabbnya semakin dangkal yang tidak lain dikarenakan perutnya yang telah dipadati benda-benda haram. Sehingga nasi yang dimakannya menjadi haram, pakaian yang dikenakannya menjadi haram, motor yang dikendarainya pun haram, dan barang-barang perkakas di rumahnya pun menjadi haram, bahkan ASI yang diminum oleh si kecil pun menjadi haram. Kalau sudah seperti ini, bagaimana mungkin do’a yang dipanjatkan kepada Allah akan dikabulkan jika seluruh harta dan makanan yang ada dirumahnya ternyata bersumber dari hasil praktek riba.
Sebenarnya praktek riba pada awal mulanya adalah perilaku dan tabi’at orang-orang Yahudi dalam mencari nafkah dan mata pencaharian hidup mereka. Dengan sekuat tenaga mereka berusaha untuk menularkan penyakit ini ke dalam tubuh umat Islam melalui bank-bank yang telah banyak tersebar. Mereka jadikan umat ini khawatir untuk menyimpan uang di rumahnya sendiri seiring disajikannya adegan-adegan kekerasan yang menakutkan masyarakat lewat jalur televisi dan media-media massa lainnya, sehingga umatpun bergegas mendepositokan uangnya di bank-bank milik mereka yang mengakibatkan keuntungan yang besar lagi berlipat ganda bagi mereka, menghimpun dana demi melancarkan rencana-rencana jahat zionis dan acara-acara kristiani lainnya. Mereka banyak membantai umat Islam, namun diam-diam tanpa disadari di antara kita telah ada yang membantu mereka membantai saudara-saudara kita semuslim dengan mendepositokan uang kita di bank-bank mereka.
Dalam firmanNya Allah Subhannahu wa Ta'ala menegaskan:
“Dan disebabkan mereka (orang-orang Yahudi) memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya, dan karena mereka memakan harta orang lain dengan jalan yang bathil. Kami telah menyediakan untuk orang-orang kafir di antara mereka siksa yang pedih”. (QS. An-Nisa’: 161).
Lalu pantaskah bila umat Islam mengikuti pola hidup suatu kaum yang Allah pernah mengutuknya menjadi kera dan babi, sedangkan Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, jika kamu mengikuti sebagian dari orang-orang yang diberi Al-Kitab (Yahudi dan Nashrani), niscaya mereka akan mengembalikan kamu menjadi kafir sesudah kamu beriman.” (QS. Ali Imran: 100).
Semoga Allah senantiasa menunjukkan kita kepada jalanNya yang lurus, yang telah ditempuh oleh para pendahulu kita dari generasi salafush-shalih.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ.

Khutbah Kedua
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنَّ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا وَرَسُوْلِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهَ وَسَلَّمَ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ، أَمَّا بَعْدُ؛
فَإِنَّ أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ وَخَيْرَ الْهَديِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَشَرَّ الأُمُوْرِ مُحَدَثَاتُهَا، وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلةٌ.
Dalam khutbah kedua ini, setelah kita menyadari realitas yang ada, marilah kita sering-sering beristighfar kepada Allah, karena tidak ada obat penyembuh dari kesalahan dan kedurhakaan yang telah kita lakukan kecuali hanya dengan mengakui segala dosa kita lalu beristighfar memohon ampun kepada Allah dan untuk tidak mengulanginya kembali sambil beramal shalih menjalankan ketaatan unukNya, sebagaimana yang dikatakan Nabi Hud Alaihissalam kepada kaumnya:
“Hai kaumku, mohonlah ampun kepada Rabbmu lalu bertaubatlah kepadaNya, niscaya Dia menurunkan hujan yang sangat deras atasmu dan Dia akan menambahkan kekuatan kepada kekuatanmu, dan janganlah kamu berpaling dengan berbuat dosa.” (QS. Hud: 52).
Pada penutup khutbah ini, marilah kita memunajatkan do’a kepada Allah sebagai bukti bahwasanya kita ini fakir di hadapan Allah Subhannahu wa Ta'ala .
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى رَسُوْلِ اللهِ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ. اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لَنَا وَلِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، يَا مُجِيْبَ الدَّعَوَاتِ.
اَللَّهُمَّ لاَ تَدَعْ لَنَا ذَنْبًا إِلاَّ غَفَرْتَهُ وَلاَ هَمًّا إِلاَّ فَرَّجْتَهُ وَلاَ دَيْنًا إِلاَّ قَضَيْتَهُ وَلاَ حَاجَةً مِنْ حَوَائِجِ الدُّنْيَا وَاْلآخِرَةِ إِلاَّ قَضَيْتَهَا يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ.
رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلإِخْوَانِنَا الَّذِيْنَ سَبَقُوْنَا بِاْلإِيْمَانِ وَلاَ تَجْعَلْ فِيْ قُلُوْبِنَا غِلاًّ لِّلَّذِيْنَ ءَامَنُوْا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوْفٌ رَّحِيْمٌ. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
وَصَلَّى اللهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ

Selasa, 16 Maret 2010

PANPILKADES PADANG BINDU

Proses Pemilihan Kepala Desa Padang Bindu sudah di depan mata, Masyarakat sejak awal sudah meragukan Profesionalisme Panitia Pilkades Padang Bindu. Dari pembentukan Panitia yang tidak transparant dan dilakukan tengah malam di rumah ketua BPD bahkan masyarakat bertanya, ada apa dibalik dari peristiwa ini. Dari keanggotaanya pun orang - orang yang selama ini dekat dengan pemerintahan, masyarakat mulai meragukan eksistensi dan netralisme dari kerja Panpilkades. Bahkan muncul wacana dana pilkades diatas 30 juta sangat menakjubkan alias spektakuler bin menghebohkan. Kata istilah wong dusun, Panitia mulai "berkarang" dan mengesampingkan nilai demokratisasi dari pemilihan tersebut. Konon dana tersebut terbesar di Kabupaten Muara Enim dan kemungkinan juga di Indonesia. Selidik punya selidik Panpilkades sekarang sudah pesan seragam, dan entah untuk apa lagi ancang - ancang kegunaan dana itu, atau jangan - jangan ada konspirasi terselubung dibalik itu.
Sebagai warga masyarakat biasa, pandangan saya besarnya wilayah desa padang bindu bukanlah alasan yang kuat untuk memperbesar anggaran dana pilkades. Yang bisa membedakan dengan desa lain, dana yang dapat diperbesar oleh panitia hanya surat suara, surat undangan mata pilih, dan dana transportasi pendataan mata pilih. Bahkan untuk mata pilih di perusahaan sekitar benakat, panitia dapat mengajukan permohonan keperusahaan seperti yang dilakukan panitia terdahulu.
Dan dari pandangan saya tersebut tidak mungkin dana yang akan dikeluarkan sebesar yang diwacanakan. Bila tidak sanggup membuat rab dengan efisien, saya yakin masih banyak yang mampu untuk menjadi panitia.
Konon dana itupun tidak termasuk transportasi mata pilih di areal belanti dan sekitarnya. Kepada para panpilkades kami harap janganlah ambil kesempatan dalam kesempitan, janganlah makan dari uang calon berlebihan. Itu adalah uang sakit ! Uang yang dicari para calon dengan peras keringat.
Memang semua tergantung dari niat, kalau niat sudah busuk, bukan tidak mungkin sumpah serapah akan muncul dari para calon khususnya dan dari masyarakat pada umumnya. Semua ada perhitungan di hadapan-NYA yang Maha Kuasa.